Suatu
malam, khalifah Umar bin Khattab RA keliling keluar masuk lorong
kampung mengontrol keadaan rakyatnya, suatu pekerjaan yang rutin
dilakukan beliau dalam kapasitas sebagai kepala negara. Tiba-tiba beliau
mendengar sebuah percakapan menarik dari rumah seorang wanita penjual
susu:
“Ayo, bangunlah! Campurkan susu itu dengan air!”
“Apakah ibu belum mendengar larangan dari Amirul Mukminin”
“Apa larangannya, Nak?”
“Beliau melarang umat Islam menjual susu yang dicampur air”
“Ah, ayo bangun. Cepatlah kau campur susu ini dengan air. Janganlah engkau takut pada Umar, mana ada dia di sini!”
“Memang Umar tidak melihat kita, Bu. Tapi Tuhannya Umar melihat kita. Maafkan ibu, saya tidak dapat memenuhi permintaanmu. Saya tidak ingin jadi orang munafik, mematuhi perintahnya di depan umum, tapi melanggar di belakangnya”.
“Apakah ibu belum mendengar larangan dari Amirul Mukminin”
“Apa larangannya, Nak?”
“Beliau melarang umat Islam menjual susu yang dicampur air”
“Ah, ayo bangun. Cepatlah kau campur susu ini dengan air. Janganlah engkau takut pada Umar, mana ada dia di sini!”
“Memang Umar tidak melihat kita, Bu. Tapi Tuhannya Umar melihat kita. Maafkan ibu, saya tidak dapat memenuhi permintaanmu. Saya tidak ingin jadi orang munafik, mematuhi perintahnya di depan umum, tapi melanggar di belakangnya”.
Dialog
ibu dan anak ini sungguh sangat menyentuh Umar. Khalifah yang terkenal
keras itu pun luluh dan terharu hatinya. Beliau sangat kagum dengan
ketakwaan gadis miskin anak penjual susu itu.
Paginya
beliau memerintahkan salah seorang putranya (Ashim) untuk meminang
gadis miskin tersebut, “Pergilah kau ke sebuah tempat, terletak di
daerah itu. Di sana ada seorang gadis penjual susu, kalau ia masih
sendiri, pinanglah dia. Mudah-mudahan Alloh akan mengaruniakanmu dengan
seorang anak yang shalih yang penuh berkah”.
Firasat
Umar benar. Ashim menikahi gadis mulia itu, dan dikaruniai putri
bernama Ummu Ashim. Wanita ini lalu dinikahi Abdul Aziz bin Marwan, dan
mereka mendapatkan seorang anak laki-laki yang kemudian menjadi seorang
khalifah yang terkenal adil dan bijaksana, yaitu: Khalifah Umar bin
Abdul Aziz, Radhiyallohu Anhu.
Dalam
memilih jodoh, tak jarang masyarakat kita masih mementingkan
aspek-aspek lain sebagai kriteria: kecantikan, kekayaan, atau keturunan.
Padahal seringkali semua itu justru bisa menjerumuskan kita ke lembah
kenistaan.
Nabi
sudah memberikan sebuah peringatan: “Janganlah kalian menikahi wanita
karena kecantikannya, mungkin kecantikannya itu bisa mencelakakan. Dan
jangan kamu kawini wanita karena hartanya, mungkin hartanya itu bisa
menyombongkannya. Akan tetapi kawinilah mereka karena agamanya,
sesungguhnya seorang hamba sahaya yang hitam warna kulitnya tetapi
beragama, itu jauh lebih utama”. (HR Ibnu Majah, Al-Bazar, dan
Al-Baihaqi dari Abdullah bin Umar).
0 komentar:
Post a Comment