Alhamdulillah.. ana bisa berbagi kembali dengan sahabat semua
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh... Apa kabar Habibillah
rohimakumullah... bagaimana suasana Hati dan Iman hari ini... Semoga
Allah senantiasa Memberkahi dan Merahmati kita dan membantu kita Dalam Da'wah untuk
bisa selalu Istiqomah di jalan-NYA ini, Insya Allah... Insya Allah
Allahuma Amiin
“Sesungguhnya kamu dapati orang orangyang paling keras
permusuhannya terhadap orang orang yang beriman, adalah orang orang Yahudi dan
orang orang musrik” (TQS al-Maidah [06]:82)
Peringatan Allah tersebut harus dijadikan sebagai kaidah. Begitulah
kenyataannya yang tampak maupun tidak, selalu ditunjukan oleh orang orang
Yahudi terhadap kaum Muslimin. Meski mereka terkait perjanjian dengan kaum
muslimin, ketika Negara Islam baru berdiri di Madinah, namun ketika mereka
mulai melihat kekuatan Islam dan kaum muslimin, mereka pun tidak rela. Mereka
dengki. Terlebih, setelah mereka menyaksikan kaum muslimin mendapatkan
kemenangan besar saat Perang Bandar, mereka semakin gelap mata. Tampak
kedengkian itu dalam pada sikap merekaketika menistakan wanita Muslimah di
pasar Madinah. Penistaan yang menjadikan Nabi SAW sebagai kepala Negara
mengambil sikap tegas, membunih mereka.
Namun,
negosiasi tidak kenal lelah gembong munafik, ‘Abdul-lah bin ‘Ubai bin salul,
dan karena kasih sayang Nabi, hukuman itu pun di peringan. Mereka tidak di
bunuh, tetapi di usir dari Madinah hingga beberapa kilometer dari wilayah Syam.
Hanya saja, diusirnya Bani Qainuqa’ dari Madinah masih menyisahkan komunitas
Yahudi yang lain yakni Bani Nadhir. Mereka berharap, kaum muslimin lemah dan
menderita kekalahan. Maka ketika kesempatan itu tiba, mereka siap menikam dari
belakang. Kesempatan itu pun tiba, ketika kaum Muslimin kalah dalam Perang
Uhud. Mereka pun menyusun rencana untuk membunuh kepala Negara Islam, Nabi
Muhammad SAW.
Peristiwa ini dijadikan sebagai bukti makar mereka terhadap Negara Islam. Nabi
pun mengambil tindakan tegas, memerangi Bani Nadhir, dan membersihkan sisa sisa
komunitas Yahudi itu dari Madinah. Namun, pasca pembersihan mereka dari
Madinah, mereka belum kapok. Mereka tidak henti-hentinya memikirkan cara
menghancurkan Islam dan kaum Muslimin. Mereka pun menyusun kekuatan koalisi untuk
mewujudkan niat jahatnya. Salam bin Abi al-Haqis, Huyay bin Akhthab dan kinanah
bin al-Haqiq, tiga dedengkot Yahudi Bani Nadhir itu mendatangi kaum Quraisy.
Mereka menjilat dengan mengatakan bahwa agama pagan mereka lebih baik dan
benar, ketimbang Islam. Mereka berhasil di yakinkan dan di provokasi untuk
berkoalisi dalam rangka menghancurkan common enemy mereka, Negara
Islam.
Meletuslah peran Khandak, yang melibatkan 10.000 personel pasukan koalisi Kafir
Khuraisy Yahudi, dengan 4000 personil kaum Muslim yang di pimpin oleh
Rosulullah SAW. Perang yang berlangsung selama satu bulan itu akhirnya
dimenangkan oleh kaum Muslimin, luar biasa sang panglima agung, Nabi Muhammad
SAW. Meski kaum Muslimin dikurung, di dalam madinah oleh pasukan koalisi selama
sebulan penuh, bukannya mereka menyerah, tetapi musuh merekalah yang setres dan
bercerai berai. Dan pasukan koalisi pun kalah sebelum “perang panas” benar
benar meletus.
Kekalahan mereka dalam perang khandak itu ternyata tidak membuat mereka jera.
Mereka pun kembali menyusun rencana baru. Kini giliran Yahudi Khaibar. Mereka
diam-diam membangun koalisi dengan kafir Quraisy. Ketika Nabi mengetahui
rancana mereka, segera Nabi mengintruksikan kaum Muslimin untuk melakukan Umroh
Hudaibiyah pada tahun 6 H. Umroh ini sendiri bukan tujuannya Nabi. Yang
diinginkan oleh nabi adalah Perjanjian Hudaibiyah. Pada awalnya, ketika
perjanjian ini diteken, banyak sahabat yang tidak setuju, karena secara
exsplisit tampak merugikan kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Padahal, inilah
perjanjian terpenting yang mempunyai dampak yang paling besar dalam perjalanan
Islam dan kaum muslimin, dan tentu Negara Islam itu sendiri.
Dengan perjanjian Hudaibiyah ini, ibaratnya tangan dan kaki kaum Khafir Quraisy
telah diikat oleh Nabi sehingga mereka tidak bisa berbuat apa apa, ketika nabi
dan 3.000 kaum muslimin, pasca Umroh Hidabiyyah langsung menyerang Yahudi
Khaibar. Khaibar pun jatuh dalam tangan kaum Muslimin. Jatuhnya Khaibar membuat
kekuatan kaum Yahudi benar-benar habis. Namun, mereka tetap diizinkan tinggal
di Khaibar, meski status tanahnya telah dijadikan ghanimah bagi kaum
Muslim. Kebijakan yang kelak dijadikan dasar oleh Khalifah Umar dan Sayyidina
Ali, ketika menaklikan Irak, dengan tidak membagikan tanah tanahnya
sebagai ganimah yang hebis dibagi, tetapi tetap dibiarkan menjadi hak
kaum Muslimin sampai Hari Kiamat.
Jatuhnya kekuatan Yahudi Khaibar akhirnya membuat komunitas yahudi lain, yang
masih tersisa, seperti Fadak, Wadil Qura dan Taima’ segera meminta perdamaian
dengan Nabi SAW. Nabi pun memberikan dzimmah kepada mereka, termasuk
kepada sisa-sisa Yahudi Khaibar. Sebagai ahlil dzimmah, status mereka sama
dengan ahli dzimmah yang lain, yaitu wajib tunduk pada sistem Islam dan wajib
membayar jizah.
Tetapi, dasar Yahudi, mereka pun memalsukan naskah perjanjian dzimmah itu,
dengan klaim bahwa Nabi SAW telah membebaskan mereka dari jizyah. Celakanya,
mereka menizbatkan riwayat tersebut dengan kesaksian Mu’awiyah dan Sa’ad bin
Mu’adz. Dokumen ini mereka ajukan kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.
Namun, para ahli hadist sepakat, bahwa ini adalah riwayat palsu, dan dokumennya
pun palsu. Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya, Ahkam Ahli Dzimmah, telah
membantah riwayat dan dokumen tersebut.
Begitulah tindakan dan kebijakan yang dilakukan oleh Negara Islam dibawah
pimpinan nabi Muhammad SAW. Ketika Umar bin al-Khattab menjadi Khalifah, orang
Yahudi dan Nasrani pun dibersihkan dari Khaibar hingga ke wilayah jerico,
Palestina (Lihat al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz V/137). Imam Malik
menunturkan riwayat dari Ibn Syihab, yang menyatakan, “Bahwa Rosulullah SAW
pernah bersabda, ‘Tidak boleh dua agama menyatu di Jazirah Arab’. Kemudian,
beliau pun mengusir Yahudi Khaibar”. (lihat Ibn ‘Abdi al-Barr, al-Istidzkar
al-Jami’ li Madzahibi al-Fuqaha’, Masalah 1651-1652).
Ketika palestina di taklukan oleh Umar, ia meratifikasi ‘Ahdah ‘Umariyah, yang
isinya, antara lain, menetapkan bahwa orang orang Yahudi tidak di izinkan
tinggal bersama kaum Kristen disana, sebagaimana Syarat yang diajukan oleh kaum
Kristen. Begitulah kebijakan yang diberlakukan terhadap kaum Yahudi. Hanya
saja, perlu di catat, bahwa kebijakan ini dilakukan oleh kebijakan Negara
Khilafah karena mereka dianggap melanggar komitmen yang mereka sepakati dengan
Negara.