Saturday, June 9, 2012

Setiap sesuatu ada perusaknya


Imam Ali Bin Abi Thalib kw. berkata:” Setiap sesuatu ada perusaknya, ……

1. Rusaknya keahlian karena pujian yang berlebihan
2. Rusaknya keberanian karena kebrutalan
3. Rusaknya kebaikan karena diungkit-ungkit
4. Rusaknya keindahan karena kesombongan
5. Rusaknya ibadah karena santai
6. Rusaknya ilmu karena lupa
7. Rusaknya kelembutan karena kebodohan
8. Rusaknya kebangsawanan karena kebanggaan
9. Rusaknya kedermawanan karena keborosan
10. Rusaknya agama karena hawa nafsu
11. Rusaknya ibadah karena riya’
12. Rusaknya akal murni karena ujub (bangga diri)
13. Rusaknya kemurahan hati karena keangkuhan
14. Rusaknya malu karena kelemahan
15. Rusaknya lemah-lembut karena kerendahan akhlak
16. Rusaknya keuletan karena kekejian
17. Pengecut adalah kerusakan
18. Hawa nafsu adalah kerusakan bagi akal
19. Rusaknya iman karena kemusyrikan
20. Rusaknya keyakinan karena keraguan
21. Rusaknya nikmat karena pengingkaran
22. Rusaknya ketaatan karena maksiat
23. Rusaknya kemuliaan karena kesombongan
24. Rusaknya kecerdikan karena tipudaya
25. Rusaknya kedermawanan karena diungkit-ungkit
26. Rusaknya agama karena buruk sangka
27. Rusaknya akal karena hawa nafsu
28. Rusaknya kemuliaan karena halangan taqdir (ketentuan)
29. Rusaknya diri karena terlalu memberikan kecintaan pada dunia
30. Rusaknya musyawarah karena ide-ide yang bertentangan
31. Rusaknya para raja karena buruk sepak terjang
32. Rusaknya kabinet karena niat jahat
33. Rusaknya ulama karena cinta kekuasaan
34. Rusaknya para pemimpin karena lemah taktiknya
35. Rusaknya pasukan karena menyalahi komando
36. Rusaknya latihan karena dikalahkan oleh kebiasaan
37. Rusaknya rakyat karena meyalahi ketaatan
38. Rusaknya penjagaan karena kurangnya rasa kecukupan
39. Rusaknya peradilan karena kerakusan
40. Rusaknya para pelaku keadilan karena kurang hati-hatinya pengawasan
41. Rusaknya keberanian karena mengabaikan tekad
42. Rusaknya orangkuat karena menganggap lemah musuh
43. Rusaknya kelembutan karena kehinaan
44. Rusaknya pemberian karena mengulur-ulur
45. Rusaknya ekonomi karena pelit
46. Rusaknya wibawa karena senda gurau
47. Rusaknya pencarian karena tidak sukses
48. Rusaknya kerajaan karena lemahnya penjagaan
49. Rusaknya perjanjian karena kurangnya perhatian
50. Rusaknya kepemimpinan karena kebanggaan
51. Rusaknya penukilan karena sumber berita yang bohong
52. Rusaknya ilmu karena meninggalkan prakteknya
53. Rusaknya perbuatan karena tidak ada keikhlasan
54. Rusaknya kemurahan karena kebanggaan
55. Rusaknya masyarakat umum karena orang alim yang licik
56. Rusaknya keadilan karena orang zalim yang menyimpang
57. Rusaknya pembangunan karena penyimpangan para penguasa
58. Rusaknya kekuatan karena menghalangi untuk berbuat baik
59. Rusaknya pembicaraan karena dusta
60. Rusaknya amal-amal karena kelemahan para pelakunya
61. Rusaknya angan-angan karena tibanya ajal
62. Rusaknya kesetiaan karena penipuan
63. Rusaknya tekad karena kadaluarsanya perkara
64. Rusaknya amanat karena penghianatan
65. Rusaknya ahli fiqih karena tidak menjaga diri
66. Rusaknya kemurahan karena berlebihan
67. Rusaknya kehidupan karena buruknya pengaturan
68. Rusaknya pembicaraan karena terlalu panjang
69. Rusaknya kekayaan karena kikir
70. Rusaknya kebaikan karena teman yang buruk
71. Rusaknya kemampuan karena kesombongan dan keangkuhan
72. Pangkal berbagai kerusakan adalah cinta pada kelezatan
73. Kerusakan yang paling jelek pada akal adalah kesombongan
(Mizanul-hikmah Juz I: 110-113)

Allahumma shali ala Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad

Bârakallâhu lî wa lakum, wallâhualam bissawwâb. 


Assalamualaikum ^^ syukran kerana sudi berkunjung ke blog ana.. semoga perkongsian dalam blog ini dapat memberi mamfaat kepada sahabat2 semua .. insya'ALLAH .. sama2 kita sebarkan ILMU yang bermanfaat kepada semua sahabat ^^
Dipersilahkan bagi yang ingin ShaRE is CAring ..semuanya milik bersama..
Prinsip ABC
A mbil yang baik
 ✩ B uang yang buruk
  ✩ C iptakan yang baru
Salam Da'wah  W uKHuwahFIllah abADAn abaDA .. 
 Keep Istiqomah wa HAMASAH Barakallahufiikum ..
^_senyum_^
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
=== ====== ===

KEUTAMAAN SEORANG YANG MENUNTUT ILMU SYAR’I








Nikmatnya Menuntut Ilmu (Bagian 2)

Seseorang yang mempelajari ilmu syar’i akan mendapatkan keutamaan yang tidak diperoleh oleh orang yang tidak mempelajarinya. Oleh karena itu, Allah membedakan ‘nilai’ seorang hamba berdasarkan ilmu. Ada banyak keutamaan yang dapat diperoleh oleh para penuntut ilmu syar’i, namun penulis akan menguraikan beberapa keutamaan di antaranya adalah:


Pertama,
Allah Ta’ala akan mengangkat derajatnya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

… يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَتٍۗ … ۝

Artinya: “… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Qs. Al-Mujadilah: 11)

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan mengangkat derajat orang yang berilmu dan beriman karena mereka berhak mendapatkannya. Huruf al (ال ) dalam kata al-‘ilm (العلم ) pada ayat di atas menunjukkan ahdiyyah atau pengkhususan terhadap satu jenis ilmu, bukan menunjukkan jinsiyyah atau keumuman atas semua jenis ilmu, karena yang mendapatkan hak untuk dinaikkan derajatnya oleh Allah hanyalah orang yang memiliki ilmu syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bukan mencakup pada semua jenis ilmu. [Lihat Bahjatun Nazhirin (II/462-463) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/285)]

Disebutkan pula bahwa pernah ada seseorang yang lehernya cacat, sehingga dia selalu menjadi bahan ejekan orang-orang disekitarnya. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.”

Lalu orang tersebut menuntut ilmu syar’i sampai dia menjadi seorang yang ‘alim (pandai), sehingga dia diangkat menjadi Hakim di Mekah selama 20 tahun. Dan jika ada seseorang yang memiliki perkara duduk dihadapannya, gemetarlah seluruh tubuhnya sampai dia berdiri. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 26) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 33)]


Kedua,
Allah Ta’ala menjadikan kebaikan untuknya, sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْـرًا يُـفَـقِـهْهُ فِي الدِّيْنِ .

Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, Dia akan menjadikannya mengerti tentang (urusan) agamanya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 71, 3116, 7312), Muslim (no. 1037), Ahmad (IV/92, 95, 96), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/122-123, no. 84), dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu’anhu]

Hadits di atas menyebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu syar’i dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Dan ini juga menunjukkan bahwa orang yang tidak diberikan pemahaman dalam agamanya adalah orang yang tidak dikehendaki kebaikannya oleh Allah. Sebaliknya orang yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah maka Dia memberikannya pemahaman dalam agamanya. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 49), Bahjatun Nazhirin (II/463), Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 36) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/ 286)]

Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah pernah berkata, “Kebaikan di dunia adalah rizki yang baik dan ilmu, sedangkan kebaikan di akhirat adalah Surga.” [Lihat Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/230) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 39)]


Ketiga,
orang yang menuntut ilmu syar’i dan memiliki ilmu syar’i dikecualikan dari laknat Allah, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat,

أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَـا مَلْعُوْنَةٌ مَلْعُوْنٌ مَـافِيْـهَـا إِلاَّ ذِكْرُ اللهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَـلِّـمٌ .

Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim, dan seorang yang menuntut ilmu.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Tirmidzi (no. 2322), Ibnu Majah (no. 4112), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (no. 1708), Ibnu Abi ‘Ashim dalam Az-Zuhd (no. 57), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/150, no. 135), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Hadits di atas menyebutkan tentang keutamaan ilmu syar’i, orang-orang yang berilmu, dan orang-orang yang menuntutnya. Dalam proses menuntut ilmu syar’i, manusia terbagi menjadi dua, yaitu orang yang ‘alim sebagai pengajar dan orang yang menuntutnya (pelajar). Keduanya berada di atas jalan yang lurus dan selamat. [Lihat Bahjatun Nazhirin (I/542-543) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (II/307)]


Keempat,
orang yang menuntut ilmu syar’i diibaratkan seperti seorang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

مَنْ دَخَـلَ مَـسْجِـدَنَا هَـذَا لِيَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْلِيُعَلِّمَهُ كَانَ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْل اللهِ، وَمَنْ دَخَـلَهُ لِغَيْرِ ذَلِكَ كَانَ كَالنَّاظِرِ إِلَى مَالَيْسَ لَهُ .

Artinya: “Barang siapa yang memasuki masjid kami ini (masjid Nabawi) dengan tujuan untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, dia ibarat seorang yang berjihad di jalan Allah. Dan barang siapa yang memasukinya dengan tujuan selain itu, dia ibarat orang yang sedang melihat sesuatu yang bukan miliknya.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad (II/350, 526-527), Ibnu Majah (no. 227), Ibnu Hibban (no. 87-At-Ta’liqat), Ibnu Abi Syaibah (no. 3306), dan Al-Hakim (I/91), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Abud Darda radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Barang siapa yang berpendapat bahwa perginya seseorang untuk menuntut ilmu itu tidak termasuk jihad, sungguh, dia kurang akalnya.” [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 145) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 45)]

Berjihad dengan hujjah (dalil) dan keterangan lebih didahulukan dari pada jihad dengan pedang dan tombak. Sebagaimana Allah Ta’ala pernah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar berjihad dengan Al-Qur’an untuk melawan orang-orang kafir, seperti disebutkan dalam firman-Nya,

فَـلاَ تَطِعِ الْكَـفِـرِيْنَ وَجَـهِـدْ هُمْ بِهِ جِهَـادًا كَبِيْرًا ۝

Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah kepada mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar.” (Qs. Al-Furqan: 52)


Kelima,
orang yang menuntut ilmu syar’i akan dimudahkan jalannya menuju Surga, dimohonkan ampun oleh penduduk langit dan bumi, serta dinaungi oleh sayap-sayap para Malaikat. Sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَبْـتَغِي فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ، وَإِنَّ الْمَـلاَئِـكَةَ لَتَضَعُ أَجْـنِحَـتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَـسْـتَغْـفِـرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَـا وَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ حَتَّى الْحِـيْتَـانُ فِي الْمَـاءِ .

Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3641), Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), Ahmad (V/196), Ad-Darimi (I/98), Ibnu Hibban (88 – Al-Ihsan dan 80 – Al-Mawarid), Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/275-276, no. 129), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/174 ,no. 173), dan Ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar (I/429), dari Abud Darda’ radhiyallahu’anhu]

Kalimat “jalan untuk menuntut ilmu” mengandung dua makna, yaitu: pertama, menempuh jalan untuk menuntut ilmu dalam artian yang sebenarnya, seperti berjalan kaki menuju majelis-majelis ilmu. Kedua, menempuh jalan atau cara yang dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh ilmu syar’i, seperti membaca, menghapal, menela’ah, dan sebagainya.

Sedangkan kalimat “Allah memudahkan jalannya menuju Surga” mengandung dua makna juga, yaitu pertama, Allah akan memudahkan orang yang menuntut ilmu semata-mata karena mencari keridhaan Allah, mengambil manfaat, dan mengamalkannya, untuk memasuki Surga-Nya. Dan kedua, Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga ketika melewati titian ash-shirathal mustaqim pada hari Kiamat dan memudahkannya dari berbagai kengerian pada sebelum dan sesudahnya. [Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (II/297, Qawa’id wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyyah (hal. 316-317), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 8-9)]

Jalan menuju Surga yang diperuntukkan bagi para penuntut ilmu ini merupakan ganjaran dari Allah akibat usaha yang pernah ditempuhnya selama di dunia untuk mencari ilmu yang akan mengantarkannya kepada ridha Rabbnya. Sedangkan para Malaikat yang membentangkan sayap-sayapnya merupakan suatu bentuk kerendahan hati, penghormatan, dan pengagungan mereka kepada para penyandang dan para pencari martabat pewaris kenabian ini.

Sementara permohonan ampun yang dilakukan oleh para penghuni langit dan bumi untuk orang yang berilmu, disebabkan karena upaya mereka untuk mengajarkan hak-hak makhluk hidup yang telah diciptakan Allah ‘Azza wa Jalla. Dan upaya ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan ilmu. [Lihat Bahjatun Nazhirin (II/469-470) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/301-302)]


Keenam,
seorang yang memiliki ilmu dan mengajarkannya akan tetap mendapatkan pahala atas ilmu yang telah diajarkannya tersebut selama ilmu itu diamalkan, meskipun dia telah meninggal dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَـانُ انْـقَـطَـعَ عَـمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، وَعِلْمٌ يُنْـتُفَـعُ بِهِ، وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُولَهُ .

Artinya: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, amalannya terputus, kecuali tiga hal (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 38), Ahmad (II/372), Abu Dawud (no. 2880), An-Nasa’i (VI/251), Tirmidzi (no. 1376), Al-Baihaqi (VI/278), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/103 ,no. 52), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Hadits ini adalah dalil terkuat tentang keutamaan dan kemuliaan ilmu juga besarnya buah dari ilmu yang dimiliki seseorang. Karena pahala ilmu yang telah diajarkan kepada orang lain, akan tetap diterima oleh pemiliknya selama ilmu tersebut diamalkan oleh orang lain. Meskipun dia telah meninggal dunia dan seluruh amalannya telah terputus, namun akibat ilmu yang diajarkannya kepada orang lain membuatnya seolah-olah tetap hidup dan amalnya tidak terputus. Hal ini selain menjadi kenangan dan sanjungan bagi pemilik ilmu tersebut, juga menjadi kehidupan kedua baginya, karena dia tetap merasakan pahala yang mengalir untuknya ketika semua pahala amal perbuatan telah terputus darinya. [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 242) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 46)]

KEUTAMAAN SEORANG ‘ALIM DIBANDING SEORANG ‘ABID

Seorang yang berilmu (‘alim) memiliki keutamaan yang lebih besar dari pada seorang ahli ibadah (‘abid). Dan keutamaan yang diperolehnya ini semata-mata karena ilmu yang dimilikinya. Sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَـضْلُ الْعِـلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَـضْلِ الْعِـبَادَةِ، وَخَيْرُ دِيْنَكُمُ الْوَرَعُ .

Artinya: “Keutamaan ilmu adalah lebih baik dari pada keutamaan ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah ketakwaan.” [Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (no. 3972) dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (ta’liq hadits no. 96 sebagai syahid), dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu’anhu]

Salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang juga menjadi menantunya, yakni ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Seorang ‘alim mendapat ganjaran pahala yang lebih besar dari pada orang yang melakukan puasa, shalat, dan berjihad di jalan Allah.” [Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 133) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 38)]

Seorang yang berilmu tidak hanya menjalin hubungan antar dirinya dengan Rabbnya, melainkan dia juga menjalin hubungan dengan sesamanya melalui ilmunya, yakni dengan cara menyampaikan ilmu yang dimilikinya. Lain halnya dengan seorang ahli ibadah, yang dia mendirikan shalat, menjalankan puasa, dan semisalnya, hanya terjadi antar dirinya dengan Rabbnya. Akan tetapi, seorang yang berilmu dan menyampaikan ilmunya kepada orang lain, sesungguhnya dia tidak hanya membawa manfaat untuk dirinya sendiri, tetapi dia juga memberikan manfaat untuk orang lain.

***

Ilmu merupakan amal shalih yang paling utama dan mulia karena ilmu termasuk ke dalam jihad fi sabilillah. Karena sesungguhnya agama Allah tidak akan tegak dimuka bumi ini melainkan dengan dua hal, yaitu pertama, dengan ilmu dan bayan (penjelasan), kedua, dengan pedang dan tombak (perang). Namun, para Rasul ‘alaihimush shalatu wa salam tidak pernah sekalipun menyerang suatu kaum yang durhaka kepada Allah Ta’ala sebelum tegaknya hujjah (dalil) dan dakwah telah sampai kepada mereka terlebih dahulu.

Senada dengan hal itu, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah pernah berkata, “Jihad dengan hujjah dan lisan (keterangan) lebih didahulukan dari pada jihad dengan pedang dan tombak.” [Lihat Al-Kafiyah Asy-Syafiyah fil Intishari lil Firqatin Najiyyah (hal. 35) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 46 dan 331)]

Islam pun mendasari segala pelaksanaan syari’atnya atas dasar ilmu. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak akan mungkin dapat menjalankan syari’at yang menghimpun ikhlas dan ittiba’ (beramal sejalan dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) kecuali dengan ilmu. Karena tanpa ilmu, tidak ada amal yang akan diterima oleh Allah Ta’ala. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa ilmu menempati kedudukan yang amat mulia, agung dan utama. Dan sebaik-baik ilmu yang harus dipelajari dan dimiliki oleh manusia adalah ilmu syar’i.

Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali hafizhahullah berkata, “Sebaik-baik ilmu adalah memberikan perhatian penuh terhadap Kitabullah (yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pendampingnya), membacanya dan membacakannya (kepada orang lain), belajar dan mengajarkannya, memahami dan merenungkan (kandungannya).” [Lihat Bahjatun Nazhirin (I/221) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (I/581)]

Semoga Allah menambahkan ilmu yang bermanfaat kepada kita semua dan menjauhkan kita dari ilmu yang tidak bermanfaat dan tercela.

وَقُـلْ رَّبِّ زِدْنِى عـلْـمًا ۝

Artinya: “Dan katakanlah, ‘Wahai Rabbku, tambahkanlah ilmu kepadaku.’” (Qs. Thaha: 14)

اللهُـمَّ انْفَـعْـنِيْ بِمَـا عَـلَّمْتَنِيْ، وَعَـلِّمْنِيْ مَا يَنْـفَعُـنِيْ، وَزِدْنِيْ عِـلْمًـا .

“Yaa Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku. Dan tambahkanlah ilmu kepadaku.”

والله تعالى أعلم

سبحانك اللهم وبحمدك أشهـد أن لا إله إلا أنت، استغـفـرك وأتوب إليك




Assalamualaikum ^^ syukran kerana sudi berkunjung ke blog ana.. semoga perkongsian dalam blog ini dapat memberi mamfaat kepada sahabat2 semua .. insya'ALLAH .. sama2 kita sebarkan ILMU yang bermanfaat kepada semua sahabat ^^
Dipersilahkan bagi yang ingin ShaRE is CAring ..semuanya milik bersama..
Prinsip ABC
A mbil yang baik
 ✩ B uang yang buruk
  ✩ C iptakan yang baru
Salam Da'wah  W uKHuwahFIllah abADAn abaDA .. 
 Keep Istiqomah wa HAMASAH Barakallahufiikum ..
^_senyum_^
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
=== ====== ===

Hati Seorang ayAH


 
Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-ba...tuknya. Anak wanita itu bertanya pada
ayahnya: "Ayah , mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk?" Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda.

Ayahnya menjawab : "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban Ayahnya. Anak wanita itu berguman : " Aku tidak mengerti."

Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki."

Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.

Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya :"Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?"

Ibunya menjawab: "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian."

Hanya itu jawaban Sang Bunda. Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran.

Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi.
Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.

"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi. "

"Ku-ciptakan bahunya yang kekar dan berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. "

"Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. "

"Kuberikan Keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih payahnya."

"Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. "

"Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam kondisi dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai hatinya.
Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap.
Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan mengasihi sesama saudara."

"Ku-berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyadarkan, bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang baik adalah Istri yang senantiasa menemani. Dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar dan saling melengkapi serta saling menyayangi."

"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia dan badannya yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. "

"Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagai Pemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah di Dunia dan Akhirat."

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut dan berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayanya.
"Aku mendengar dan merasakan bebanmu, Ayah."

Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah. 
 
AYAH...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More