”Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu...”
(TQS. Al-Mu’min [40]: 60)
(TQS. Al-Mu’min [40]: 60)
“Hati-hati jika bermimpi, karena mimpi adalah doa dan bisa jadi seketika itu sebenarnya doa kita telah dikabulkan oleh Allah. Jika kita bermimpi biasa-biasa saja, maka kita juga akan mendapatkan hasil yang biasa-biasa. Bermimpilah yang luar biasa, karena kita akan menjadi luar biasa! Bermimpilah setinggi langit, karena setinggi itu pula hasil yang akan dapat kita raih. Jika kita yakin bahwa diri kita adalah generasi terbaik (khayru ummah), maka buktikan secara kongruen terhadap ukiran terbaik impian kita!” (Resolusi, 2007)
Ungkapan
tersebut bukanlah ungkapan dari seoarang yang sombong. Bukan pula
ungkapan dari seorang peramal mistis, seperti Mama Lorenz atau Ki
Gendeng Pamungkas yang dielu-elukan orang awam yang tak berkeyakinan.
Ungkapan tersebut merupakan ungkapan optimisme diri seorang manusia yang
mendamba kehidupan lebih baik dan terbaik di masa depan. Keoptimisan
diri generasi terbaik dengan makna mendalam refleksi keyakinannya.
”Kamu adalah umat terbaik (khayru
ummah) yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...”
(TQS.Al-Imran [3]: 110)
(TQS.Al-Imran [3]: 110)
Setiap manusia, dengan berbagai keyakinannya dalam kehidupan pasti memiliki impian. Terlepas, apakah impian tersebut baik atau buruk, benar atau salah, serta diperjuangkan sekuat jiwa atau tidak. Begitupun dengan kita, umat Islam. Dengan label yang telah Allah berikan kepada kita ’sebagai umat terbaik’, pasti memiliki impian. Impian generasi terbaik adalah tegaknya Islam atas kehidupan mereka. Impian yang membawanya pada visi bersama La ilaha illallah pada sebuah negara yang mengikatnya menjadi umat yang satu (ummatan wahidan) atas seluruh dunia (rahmatan lil alamiin). Yang akan melindungi diri mereka, harta mereka, dan akal mereka; menjaganya dalam keberkahan dan menghantarkannya pada kedigjayaan.
Rasulullah membina para sahabat dengan landasan keyakinan kepada Allah SWT, Dzat yang telah menciptakan dan menjamin kehidupan. Hingga Islam menjadikan mereka memiliki impian yang sama, yakni kerinduan untuk mewujudkan baldatun thayibatun wa rabbun ghafur. Yakni impian yang terukir diatas kerinduan menjadi umat terbaik di dalam sebuah negara penuh berkah dan rahmat Allah, Khilafah Islamiyah. Hingga akhirnya mereka pun mampu wujudkan dan buktikan.
“Bismillahirahmanirrahim… Ini
adalah perjanjian dari Muhammad, Nabi Allah, yang mengatur hubungan kaum
mukmin, kaum muslim dari Quraisy, penduduk Yatsrib, serta orang-orang
yang mengikuti mereka, mendukung dan berjihad bersama mereka.
Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu (ummatan wahidan), yang
berbeda dengan umat yang lain…”.
“Dokumen ini tidak melindungi orang dzolim dan pendosa. Siapa saja yang keluar (untuk berperang) akan mendapatkan keamanan. Siapa saja yang tinggal di rumah akan mendapatkan keamanan, kecuali orang-orang yang berbuat dzalim dan dosa. Sesungguhnya Allah dan Muhammad SAW adalah pelindung bagi siapa saja yang berbuat baik dan bertaqwa.”
(Teks Perjanjian yang dibuat oleh Muhammad SAW sebagai Konstitusi Negara di Madinah, yang mengatur Interaksi antara Muhajirin, Anshar, dan Orang-orang Yahudi, dalam bait pertama dan akhir; Sirah Ibn Hisyam, h.341-344)
“Dokumen ini tidak melindungi orang dzolim dan pendosa. Siapa saja yang keluar (untuk berperang) akan mendapatkan keamanan. Siapa saja yang tinggal di rumah akan mendapatkan keamanan, kecuali orang-orang yang berbuat dzalim dan dosa. Sesungguhnya Allah dan Muhammad SAW adalah pelindung bagi siapa saja yang berbuat baik dan bertaqwa.”
(Teks Perjanjian yang dibuat oleh Muhammad SAW sebagai Konstitusi Negara di Madinah, yang mengatur Interaksi antara Muhajirin, Anshar, dan Orang-orang Yahudi, dalam bait pertama dan akhir; Sirah Ibn Hisyam, h.341-344)
Rasulullah, Muhammad SAW. seorang
manusia dengan karakter sempurna yang dapat dipercaya, ’Al-Amin’ (‘The
Trustworthy’). Bukan hanya bagi muslim, tapi bagi seluruh umat di dunia.
Bersama para sahabat (hasil binaannya), Rasulullah memberikan teladan
bahwa kehidupan diatas landasan Islam mampu menjadikan mereka sebagai
umat terbaik selama kurang lebih 13 abad, dengan Visi – Impian Langit
untuk kemuliaan umat manusia. Maka tak heran jika Michael H Hart dalam
buku ‘The 100, A Ranking of the Most Influential Persons In History,’
New York (1978) dengan tegas dan jelas menempatkan Muhammad SAW dalam
urutan pertama dari 100 orang paling berpengaruh di dunia, mengalahkan
Isaac Newton, Paulus, dan Yesus. Begitupula Sir George Bernard Shaw
dalam buku ‘The Genuine Islam,’ Vol. 1, No. 8 (1936), menyatakan bahwa
jika ada agama yang akan menguasai Inggris atau Eropa dalam abad
mendatang mungkin itu adalah Islam. Muhammad adalah orang yang
mengagumkan dan pantas disebut Penyelamat Manusia (the Savior of
Humanity).
Lantas bagaimana dengan kita?
Bagaimana kita mampu meneladani Rasulullah dan para sahabat, hingga
perjuangan itu mampu membuahkan hasil yang serupa?
”Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.”
(TQS.Al-Ahzab [21]: 33)
dan dia banyak menyebut Allah.”
(TQS.Al-Ahzab [21]: 33)
Rasulullah dan para sahabat memiliki impian langit, maka refleksi keteladanan pertama kita sebagai umatnya adalah berjuang bersama dalam visi - impian langit. Kita semua, para intelektual muslim (laki-laki dan perempuan) selayaknya memiliki impian terbaik dalam kehidupan. Impian seorang muslim yang Allah berikan kelebihan sebagai intelektual. Dengan proaktif mengambil berbagai peran dan tanggungjawab (di berbagai ranah), sesuai dengan potensi intelektual yang kita miliki. Sehingga visi bersama menuju baldatun thayibatun wa rabbun ghafur dapat segera terwujud, insyaAllah.
"Hai orang-orang yang beriman,
sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu
dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui."
(TQS. As Shaff [61]: 10-11)
(TQS. As Shaff [61]: 10-11)
Refleksi keteladanan berikutnya adalah bersiap diri menghadapi
tercapainya impian. Karena kesiapan lah yang memberikan hujjah atau
argumentasi kuat kebenaran sebuah impian, yang membedakannya dengan
mimpi di siang bolong. Kesiapan diri berkorelasi positif terhadap
keberadaan ‘proses’ di dalamnya. Proses untuk mempersiapkan segala hal
yang menjadikan impiannya terengkuh dalam kehidupan. Bersungguh-sungguh adalah faktor pendukung utamanya, dan keyakinan kepada Allah adalah faktor kuncinya.
Menetapkan impian dan mempersiapkan diri menyambut kehadirannya, yakni
menyempurnakan seluruh ikhtiar (dan potensi yang dimiliki) dengan
landasan keyakinan yang benar karenaNya dan untukNya. Sebagaimana
Rasulullah dan para sahabat contohkan pada kita. Hingga seluruh buktinya
tak mampu ditentang atau ditutup-tutupi dunia.
“Sungguh perkara (agama) ini akan
sampai ke seluruh dunia sebagaimana sampainya malam dan siang. Allah
tidak akan membiarkan satu rumahpun, baik di tengah penduduk kota maupun
di tengah penduduk kampung, kecuali Allah akan memasukkan agama ini ke
dalamnya dengan kemuliaan yang dimuliakan dan kehinaan yang dihinakan;
kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan Islam dan kehinaan yang di
dengannya Allah menghinakan kekufuran.”
(HR. Ahmad)
(HR. Ahmad)
”Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan
Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji
Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya).”
(TQS. Yunus [10]: 55)
(TQS. Yunus [10]: 55)
Demikianlah, sesungguhnya Islam datang dari generasi yang pantang mundur dalam perjuangan, dan kita (umat Islam) adalah generasi yang dilahirkan oleh generasi pejuang itu. Maka berjuanglah hingga kerinduan akan ketercapaian impian itu menyelimuti hati dan pikir kita. sebagaimana para pejuang terbaik dahulu memberikan keteladanannya pada kita. Berjuang untuk kemuliaan dan mati-pun dalam kemuliaan! InsyaAllah. Wallahu’alam.
0 komentar:
Post a Comment