Kita
semua sudah mengenal nama-nama seperti Abubakar Ash-Shiddiq, Ali bin
Abi Thalib, Umar bin Khoththob, Utsman bin ‘Affan, Saad bin Abi Waqosh,
Muadz bin Jabal, Salman Al-Farisi dan sebagainya. Mereka adalah para
pahlawan muslim yang telah mengorbankan waktu, harta, jiwa dan raganya
untuk menegakkan kalimat Allah dan RasulNya dan memperjuangkan Islam ke
seluruh penjuru dunia. Akan tetapi sebagian umat Islam kurang mengenal
para`perempuan yang mereka juga hidup di masa Rasulullah (shahabiyat)
yang telah mengorbankan waktu, harta, jiwa dan raganya untuk menegakkan
kalimat Allah dan RasulNya dan memiliki andil besar`dalam
memperjuangkan Islam dan kaum muslimin. Di antaranya Khadijah binti
Khuwailid, Asma’ binti Abu Bakar, Aisyah binti Abu Bakar, Ummu Sulaim,
dan banyak lagi yang lainnya.
Dalam
Islam, perempuan diposisikan sebagai perhiasan berharga yang wajib
dijaga dan dipelihara. Ini tidak berarti mengekang perempuan dalam
wilayah tertentu. Islam memberi peran bagi perempuan dalam ranah domestik dan juga publik sekaligus.
Sehingga dimasa peradaban Islam tidaklah mengherankan jika kita
mendapati banyak figur waita terbaik dan termulia sepanjang zaman.
Mereka bersungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan dalam menjunjung
tinggi syiar Islam, membela agama Allah dengan ketulusan yang tidak
diragukan, mencintai Allah dan Rasulullah dengan kecintaan yang mendalam
–yang direfleksikan dengan ketaatan kepada risalah yang dibawanya–,
bersabar dengan segala kesulitan hidupnya, patuh dan menghargai suami
dengan kepatuhan dan penghormatan yang patut diteladani, mendidik
anak-anak mereka dengan pendidikan yang baik hingga melahirkan
pahlawan-pahlawan sejati yang dijamin masuk syurga, merelakan buah hati
mereka terbunuh sebagai syahid membela agamaNya, bahkan tidak sedikit
dari mereka yang terjun langsung dalam jihad fii sabilillaah demi meraih
mardhatillah dan jannhaNya.
Sejarah telah mencatat bagaimana kaum perempuan pada masa Rasulullah saw (para shahabiyah) melakukan aktivitas politik dan perjuangan politik tanpa meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga. Mereka berjuang bersama-sama Rasulullah saw dan shahabat lainnya tanpa memisahkan barisan mereka dari barisan Rasul dan shahabatnya. Mereka bersama dengan para istri Rasul saw berada dalam perjuangan menegakkan Islam di muka bumi ini serta mendukung perjuangan beliau.
Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
Aisyah r.a adalah anak Abu Bakar dari pernikahannya dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaymir al Kinaniyah. Di rumah yang dinaungi dengan kebenaran, kejujuran dan keimanan inilah Aisyah dilahirkan, 7 tahun sebelum hijrah. Aisyah diberi julukan Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq (perempuan yang sangat jujur dari orang yang sangat jujur). Terkumpul dalam dirinya ketinggian ilmu dan keutamaan, ia menjadi tempat bertanya para shahabat dan shahabiyat. Ia juga merupakan perowi hadits yang handal, termasuk satu dari tujuh orang yang paling banyak meriwayatkan hadits, bahkan menerima langsung dari Rasulullah saw. Ia tidak pernah membiarkan orang yang salah dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits atau melanggar syariat.
Ummul Mukminin Aisyah menjadi teladan dalam kezuhudan, kemurahan hati dan kedermawanan. Ia mencapai derajat zuhud yang tinggi karena lebih sering berpaling dari duniadan menghadap kepada Allah untuk melaksanakan ibadah. Harta yang ada padanya, segera disalurkan untuk orang-orang miskin, di antara gambaran kedermawanannya adalah ia pernah membagi-bagikan seratus ribu dirham hanya dlam satu hari sementara pada hari itu ia tengah berpuasa tanpa menyisakan satu dirham pun di rumahnya. Dalam hal ibadah, tidak ada yang meragukannya, Aisyah adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw. Banyak mendirikan sholat Sunnah, terutama sholat malam, senantiasa berpuasa ad dahr (sehari puasa sehari tidak).
Tidak diragukan lagi bahwa Aisyah adalah seorang perempuan yang tangguh dalam berjihad. Ketika perang Uhud ia ikut mengangkut air di pundaknya bagi para mujahiddin. Anas bin Malik meriwayatkan : “ Aku melihat Aisyah binti Abi Bakar dan Ummu Sulaim, keduanya menyingsingkan ujung pakainnya, keduanya mengangkut gerabah air di atas pundaknya lalu memberi minum orang-orang terluka. Kemudian keduanya kembali memenuhi gerabah itu, lalu memberi minum mereka ( HR Muttafaq Alaih) Demikian pula ketika perang khandak ‘Aisyah terjun langsung dalam perang tersebut bergabung dengan para shahabat. Pada waktu itu ia maju mendekati front mujahiddin paling depan.
Aisyah telah memberikan teladan yang sangat banyak, ia merupakan cermin bagi para muslimah yang dari perjalanan hidupnya mereka dapat mengetahui bagaimana ia memiliki kepribadian yang kuat tanpa harus merendahkan diri, bagaimana ia menjaga kebagusan lahiriah tetapi penuh ketundukan.
Sejarah telah mencatat bagaimana kaum perempuan pada masa Rasulullah saw (para shahabiyah) melakukan aktivitas politik dan perjuangan politik tanpa meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga. Mereka berjuang bersama-sama Rasulullah saw dan shahabat lainnya tanpa memisahkan barisan mereka dari barisan Rasul dan shahabatnya. Mereka bersama dengan para istri Rasul saw berada dalam perjuangan menegakkan Islam di muka bumi ini serta mendukung perjuangan beliau.
Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq
Aisyah r.a adalah anak Abu Bakar dari pernikahannya dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaymir al Kinaniyah. Di rumah yang dinaungi dengan kebenaran, kejujuran dan keimanan inilah Aisyah dilahirkan, 7 tahun sebelum hijrah. Aisyah diberi julukan Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq (perempuan yang sangat jujur dari orang yang sangat jujur). Terkumpul dalam dirinya ketinggian ilmu dan keutamaan, ia menjadi tempat bertanya para shahabat dan shahabiyat. Ia juga merupakan perowi hadits yang handal, termasuk satu dari tujuh orang yang paling banyak meriwayatkan hadits, bahkan menerima langsung dari Rasulullah saw. Ia tidak pernah membiarkan orang yang salah dalam memahami Al-Qur’an dan Hadits atau melanggar syariat.
Ummul Mukminin Aisyah menjadi teladan dalam kezuhudan, kemurahan hati dan kedermawanan. Ia mencapai derajat zuhud yang tinggi karena lebih sering berpaling dari duniadan menghadap kepada Allah untuk melaksanakan ibadah. Harta yang ada padanya, segera disalurkan untuk orang-orang miskin, di antara gambaran kedermawanannya adalah ia pernah membagi-bagikan seratus ribu dirham hanya dlam satu hari sementara pada hari itu ia tengah berpuasa tanpa menyisakan satu dirham pun di rumahnya. Dalam hal ibadah, tidak ada yang meragukannya, Aisyah adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw. Banyak mendirikan sholat Sunnah, terutama sholat malam, senantiasa berpuasa ad dahr (sehari puasa sehari tidak).
Tidak diragukan lagi bahwa Aisyah adalah seorang perempuan yang tangguh dalam berjihad. Ketika perang Uhud ia ikut mengangkut air di pundaknya bagi para mujahiddin. Anas bin Malik meriwayatkan : “ Aku melihat Aisyah binti Abi Bakar dan Ummu Sulaim, keduanya menyingsingkan ujung pakainnya, keduanya mengangkut gerabah air di atas pundaknya lalu memberi minum orang-orang terluka. Kemudian keduanya kembali memenuhi gerabah itu, lalu memberi minum mereka ( HR Muttafaq Alaih) Demikian pula ketika perang khandak ‘Aisyah terjun langsung dalam perang tersebut bergabung dengan para shahabat. Pada waktu itu ia maju mendekati front mujahiddin paling depan.
Aisyah telah memberikan teladan yang sangat banyak, ia merupakan cermin bagi para muslimah yang dari perjalanan hidupnya mereka dapat mengetahui bagaimana ia memiliki kepribadian yang kuat tanpa harus merendahkan diri, bagaimana ia menjaga kebagusan lahiriah tetapi penuh ketundukan.
0 komentar:
Post a Comment