Friday, December 23, 2011

Hakikat Cinta

 



















Dari Anas ra., sesungguhnya Nabi saw. Bersabda:
“Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya ia  telah menemukan manisnya iman. Yaitu orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lainnya; orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah; dan orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke Neraka. (Mutafaq ‘alaih)”
Iman merupakan hal yang mendasar yang ada pada setiap manusia yang berakal. Iman pula yang telah mempertemukan kita dengan Dzat Yang Maha Agung yang telah menciptakan kita, dengan segala apa yang terjadi dalam keadaan saat  ini. Hadits di atas telah menjelaskan betapa nikmatnya iman, setelah kita menemukan tiga hal yang disebutkan dalam hadits itu maka kita akan mendapatkan intisari kehidupan ini.

Hakekat cinta kepada Allah SWT dan Nabi SAW ialah mengutamakan segala sesuatu yang bertujuan untuk mendekatkan diri kita kepada-Nya, mencontoh kehidupan rasul-Nya, serta menegakkan islam dengan syariatnya sebagai media cinta tersebut. Oleh karena itu, aspek Ibadah, Dakwah dan Jihad menjadi urusan terdepan dalam kehidupan ini dengan menyertai aqidah,Syariah dan akhlak sebagai alat ketiga hal itu. Ikrar syahadat yang telah terekam dalam hati dan otak kita adalah bukti nyata awal seorang hamba dalam kesungguhan menjalankan cintanya itu.

Mereka yang bersender pada Allah SWT serta berharap hanya mendapat Keridhoan dan dan Rahmat-Nya lah yang bisa disebut sebagai hamba bertaqwa. Sebagaimana Allah SWT nyatakan dengan indah dalam Al-Quran.

218.    Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Al-Baqarah:218)

Hakikat cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang selalu mengedepankan kebahagiaan Akhirat yang disandarkan pada Al-Quran dan Al-Hadits, akan menuju pribadi manusia yang selalu berpikir,melakukan sesuatu perbuatan, dan perkataan yang luar biasa dengan batasan hukum-hukum Allah SWT. Pribadi-pribadi itu akan melahirkan para penegak dinul islam yang taraf ide dan pemikirannya telah kokoh sehingga saat pemikiran dan ide-ide berpola barat serta primitif mereka jumpai maka ide-ide itu dengan sendiri akan terbuang. Sungguh aneh di zaman sekarang, saat identitas ulama, syaikh, ustadz, profesor, ataupun apalah namanya yang mengidentikan seseorang pada ketakwaan namun, pada faktanya pemikiran orang-orang tersebut adalah pemikiran berdasarkan materi, berlandaskan pemikiran sekulerisme, pluralisme, sosialisme, liberalisme, dan lainnya yang membantah sendiri, ayat-ayat Allah SWT dan Rasul-Nya.

Hadits dari Abdullah bin Mas’ud riwayat al_hakim dalam al-Mustadrak, bahwasannya Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah saw pernah bersabda kepadaku:
“Wahai Abdullah bin Mas’ud! Ibnu Mas’ud berkata, “Ada apa Ya Rasulullah                (Ia mengatakan tiga kali). “Rasulullah saw bertanya, “Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat ?” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. “Rasulullah bersabda, “ Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah, dengan mencintai dan membenci(segaa sesuatu) hanya karena-Nya.”(al-Hadits)

Hadits di atas telah melukiskan bahwa tali keimanan yang selalu berlandaskan dan dikembalikan kepada Allah SWT, itulah tali keimanan paling kuat. Tali keimanan yang mampu menjaga seorang muslim agar tidak keluar dari pemikiran, perkataan dan perbuatan islam. Lihatlah keadaan saat ini, di mana pemikiran telah di atur sedemikian hinanya, saat pola pikir kaum muslim saat ini didasarkan pada perasaan sehingga disaat lingkungan disekitarnya menolak poligami maka ia pun ikut-ikutan menolak tanpa dasar hukum yang jelas. Ataupun saat para remaja muslim saat ini mengumbar aurat maka terlihat adalah hal yang biasa, ataupun saat sebuah kesucian bukan lagi menjadi barang mahal yang saat ini dengan mudah hilang begitu saja. Maka hendaknya, kita harus melepaskan pola pikir kita yang selalu dilandaskan perasaan yang seringkali tidak memakai aturan islam bahkan menyimpang jauh dari al-quran dan sunah Rasul.

Dan tanda manisnya iman yang kedua yaitu kecintaan kepada seseorang karena Allah SWT. Inilah yang selalu menjadi pegangan para sahabat rasulullah SAW, mereka saling mencintai, saling menghormati, saling menghargai, bukan karena kesukuan, bukan pula karena kekayaan, namun karena mereka mencintai sesamanya karena Allah SWT. Lihatlah saat kaum Anshar menyambut para kaum muhajirin saat tiba di Madinah. Mereka menyambut dengan wajah berseri, dengan senyum ikhlas, bahkan kaum anshar rela melepas harta dan keluarga mereka hanya untuk membahagiakan kaum muhajirin yang baru tiba.

Apa ciri-ciri seseorang mencintai saudaranya karena Allah Azza wa Jalla. Diantaranya, rasulullah SAW telah menjelaskannya dalam Hadits Mutafaq ‘alaih dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW. Bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, ia tidak akan mendzaliminya dan tidak akan membiarkannya binasa. Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim, maka dengan hal itu Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di hari kaimat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat.”

Bila dikaji dengan benar, maka hadits ini layak menjadi landasan hidup dari seluruh kaum muslim dalam rangka menjalin silaturahim, memperkuat tali ukhuwah, dan menjadikan kerangka hidup masyarakat. Sungguh, seandainya seluruh kaum muslimin sadar betapa indahnya kesatuan dan kebersamaan dengan landasan aqidah islam, dengan aturan syariat islam, dengan prilaku akhlaqul karimah maka tidak akan kita temui di belahan bumi manapun kesengsaraan menimpa kaum yang telah diridloi Allah ini.

Aneh memang, saat di belahan bumi lain, seperti Palesitina, Irak, Sudan, Afghanistan, Muslim Moro, Muslim thailand selatan, dan di negeri yang berpenduduk muslim yang sedang dalam keadaan terjerat penindasan, serta kelaparan sedang muslim di negeri lainnya hidup dalam kejayaan, kemakmuran serta keamanan tidak satu pun terketuk hatinya untuk membantu mereka. Bukan membantu dalam bentuk materiil saja namun fisik secara langsung. Kebengisan dan kesadisan tentara kafir laknatullah ‘alaih terhadap saudara-saudara kita yang lainnya, hanya mampu kita katakan kebencian terhadap perbuatan mereka, tampak ada tindakan secara nyata yang mampu memukul mundur para penjajah. Kaum muslim tampak asyik tersekat-sekat dalam bingkai sukuisme dan nasionalisme. Kita pula tampak asyik bergulat sendiri, dalam kondisi kesussahan kita dalam kehidupan sehari-hari. Sampai-sampai ada kalimat yang sebenarnya meruntuhkan hakikat cinta kaum muslim, “Mengurus diri sendiri saja belum mampu, kenapa kita harus ikut campur urusan orang lain”. Padahal Allah amat benci melihat saudara sesama muslim sendiri dibiarkan menuju kebinasaan dan didzhalimi oleh kekuatan kafir.

Dalam kehidupan keseharian pun sesama muslim, nampak sengaja membuat kondisi muslim lainnya dipersulit. Lihat saja sistem peminjaman keuangan yang kadang kala merugikan si peminjam yang membuat kondisinya semakin tercekik. Ataupun sekelompok manusia yang tengah menghambur-hamburkan uang begitu mudah di jalan kemaksiatan sedangkan di sekitar mereka banyak masyarakat yang saat malam belum dapat tertidur tenang saat perut mereka menggerutu dahsyat akibat kelaparan teramat sangat. Atau seringkali kita jumpai kondisi di mana orang mempersulit kebutuhan orang lain, semisal saat orang membutuhkan pasokan minyak tanah malah sebagian lainnya sengaja menimbun agar meraih keuntungan melangit di saat masyarakat membutuhkan minyak.

Saat ini pula, dengan sengaja orang-orang mengungkapkan aib orang lain secara vulgar, sehingga orang yang diceritakan nampak mengalami kesedihan luar biasa, mengungkap-ungkap masa lalu yang kelam kepada orang lain, padahal saat ini ia tengah dalam kondisi bergelimang air mata taubat. Media-media elektronik dan cetak nampak sengaja pula membuat berita-berita bohong, membesar-besarkan suatu masalah, atau ghibah pada seseorang yang membuat pribadi orang tersebut menjadi buruk, tercela dan terhina.

Seharusnya sesama muslim adalah bagaikan rantai yang saling menguatkan satu sama lainnnya, yang selalu terikat pada aturan Allah SWT, yang perasaanya disandarkan kecintaan Allah SWT, dan perbuatan dalam bermasyarakatnya karena Allah sehingga hasil yang tercapai ialah akan memudahkan muslim lainnya di tengah kesusahan yang menyelimuti mereka. Namun di tengah kondisi saat ini amatlah sulit menemukan kondisi masyarakat yang perasaan, pemikiran, dan perbuatan diikat oleh islam, karena sekulerisme, pluralisme, kapitalisme, dan sosialisme telah menghapuskan ikatan itu, telah menguasai masyarakat, sehingga azas yang dipakai ialah azas manfaat yaitu bila sesuatu itu bermanfaat maka mereka pakai dan bila sesuatu itu membuat mereka rugi dan tak bermanfaat maka mereka buang.

Sementara sifat kemanisan iman yang ketiga yaitu enggan kembali dalam kekufuran. Ia meninggalkan segala macam sifat yang dahulu menyelimuti jiwanya hingga ia gelap dalam agama. Ia bersujud kepada Allah SWT dengan penuh kekhusyukan mengharap ampunan taubat. Ia mengusir kekufurannya itu dengan melafadzkan dzikir, merubah perbuatannya menjadi dakwah bagi setiap orang, dan perkataannya ia nampakkan dalam syair-syair cinta kepada Allah dan bertutur lembut penuh kehalusan. Ia sadar bahwa jiwanya ada yang memilikinya. Sehingga saat ia ingin kembali dalam kehidupan kufur, meskipun di paksa ia tidak rela. Ia tahu, bila ia kembali pada masa kelamnya, melakukan kemaksiatan, dan ia tahu itu adalah suatu kenistaan maka Allah SWT menempatkannya dalam Neraka yang bahan bakarnya dari manusia.

Itulah hakekat cinta seorang manusia. Hakekat cinta yang dipupuk dalam ghorizah  dan ia tahu kemana ghorizah itu ia tujukan. Ia mengetahui bahwa keindahan surga, menatap arsy’ Allah, dan berjumpa dengan sang pembimbing ummat, adalah lebih baik baginya. Ia menyingkirkan segala pemikiran,perkataan dan perbuatan yang telah dilahirkan oleh aturan sekulerisme,kapitalisme, dan sosialisme. Hakikat cinta yang dapat menjadikannya pengemban dakwah yang setia, lurus, dan senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Daninilah yang akan melahirkan barisan-barisan pejuang islam di garis terdepan memimpin ummat untuk bersama-sama menegakkan Syariat Islam dan mengembalikan kaum muslim dalam konstitusi islam yaitu Daulah Islamiyyah.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More