Bismillah
Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar…
______________________________
Dia Pemuda itu bernama Syekh Yusuf Al Makassari seorang anak bangsawan dan juga seorang ulama sufi di masanya, dan pejuang kemerdekaan asal Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kesungguhannya menjalankan peran dakwah dan perjuangan melawan kolonial telah menginspirasi dunia. Ia bahkan mendapatkan gelar pahlawan nasional di dua negara.
Sebagai seorang ulama, Syekh Yusuf Al-Makassari membawa ajaran Islam dengan penuh kebijaksanaan dan keberanian. Dalam perannya sebagai pejuang, Syekh Yusuf Al-Makassari dikenal sebagai sosok yang gigih melawan penjajah demi menjaga martabat bangsa.
Perjuangannya yang gigih dan pemikirannya yang mendalam membuatnya menjadi panutan bagi banyak orang. Hingga saat ini, ia masih menjadi sosok inspiratif bagi setiap generasi dan patut untuk diteladani.
Profil Syekh Yusuf Al-Makassari
Nama kecilnya adalah Muhammad Yusuf. Di kalangan orang-orang Makassar dikenal dengan sebutan Tuanta Salamaka, artinya tuan kita sebagai pembawa berkah keselamatan.
Muhammad Yusuf berasal dari kalangan bangsawan Makassar, Gowa, dan Tallo. Ia lahir di Istana Tallo, Gowa, Sulawesi Selatan pada 3 Juli 1626 atau dalam kalender Hijriah, 8 Syawal 1036 H.
Syekh Yusuf memiliki hubungan kekerabatan dengan Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin adalah kakek dari Syekh Yusuf, karena Syekh Yusuf adalah cucu dari Sultan Muhammad Said, yang merupakan ayah Sultan Hasanuddin. Syaikh Yusuf adalah cucu dari Sultan Muhammad Said, Raja Gowa ke-15 (1639-1653), yang merupakan ayah Sultan Hasanuddin. Ini berarti Sultan Hasanuddin adalah kakek dari Syekh Yusuf.
Syekh Yusuf merupakan putra dari Abdullah Khidhir, seorang bangsawan lili yang bergelar Tuanta Manjalawi, artinya tuan kita dari negeri Manjalawi, daerah-daerah di sebelah selatan Gowa.
Versi lain menyebutkan, ayah Syekh Yusuf ini bersepupu dengan Sombaya ri Gowa (Raja Gowa) ke-14, I Manga'rangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin (1586-1632).
Sementara ibunya adalah Aminah I Tubiani Daeng Kunjung, putri Daengta Gallarang Moncong Loe. Daengta Gallarang ini diduga bersepupu dengan Daeng Manrabbia Sultan Alauddin dan Tuanta Manjalawi.
Syekh Yusuf Menuntut Ilmu di Dalam dan Luar Negeri
Sejak kecil usia 3-4 tahun, Syekh Yusuf sudah dibiasakan hidup menurut norma-norma Islam. Sebagaimana tradisi masyarakat Islam di Indonesia, wajib belajar mengaji Al-Qur'an sampai khatam (tamat). Ia menyempurnakan tajwid dan qiraat dengan fasih oleh seorang guru yang bernama Daeng Ri Tasammang.
Kemudian di usia 8-9 tahun, ia melanjutkan belajar ilmu agama Islam pada seorang ulama besar dan pernah menjadi mufti Haramayn Mekka dan Madinah bernama As-Syekh Sayyid Baa Alwi Assegaf bin Abdullah Al-Allaamatuttahir Assegaf di Bontoala Makassar.
Ulama inilah yang pertama membuka pendidikan agama Islam di Bontoala, yakni tahun 1635 M. Di sinilah Syekh Yusuf memperdalam ilmu Islam.
Saat usianya 16-17 tahun, Syekh Yusuf berkunjung ke Cikowang Takalar pada tahun 1645 M. Di sana ia memperdalam ilmu Tasawuf pada salah seorang ulama besar yang bernama As-Syekh Syayyud Jalaluddin Al-Aidid dari Hadramaut lewat Aceh.
Peran ulama besar itulah yang mendorong Yusuf berangkat ke tanah suci Mekkah. Ia belajar lagi hingga mencapai puncak intelektual dan spiritual dengan berbekal surat pengantar dari kedua gurunya yang ditujukan pada Mufti Mekkah Imam Syafi'i.
Syekh Yusuf tidak langsung menuju Mekkah. Dengan romantika dan dinamika perjalanannya, ia singgah di Banten dan Aceh.
Ia bertolak di Galesong pada malam Kamis, 20 Oktober 1644 saat menginjak usia 18 tahun. Semangat merantau untuk menuntut ilmu di Banten dan Aceh ini sepertinya karena merupakan negara-negara Islam yang dapat menangkis serangan Portugis dan kompeni Belanda dengan baik.
Selang beberapa lama, ia kemudian melanjutkan ke Aceh menemui seorang ulama terkemuka yang ahli tata negara dari Ranir-Hindustan bernama Sayyid Syekh Nuruddin ibni Aliy ibni Hasanji ibni Muhammad Hamid Qurasy ar-Ranir. Kepadanyalah ia belajar tarekat qadiriyah dan ilmu tata negara selama 4 tahun.
Sepanjang perjalanannya, Syekh Yusuf terus belajar hingga di negeri-negeri di luar Nusantara, seperti Yaman, Hijaz atau Mekkah dan Madinah, Syam, Damaskus, Damsrik.
Di Yaman Syekh Yusuf belajar tarekat Ba'lawiyah selama hampir 2 tahun. Kemudian ke Mekkah Al-Mukarramah menunaikan ibadah haji. Sampai di Madinah Al-Munawwarah sebagai rangkaian perjalanan haji, ia pun menyempatkan belajar tarekat sattariyah pada syekh tarekat terkenal bernama Syekh Ibrahim Hasan ibni Sihabuddin al-Kurdi al-Kausani.
Lalu melanjutkan ke Istanbul lagi belajar tarekat khalwatiyah pada Syekh Abu al-Barakat Ayyub ibni Ahmad ibni Ayyub al-Khalwaty al-Qurasy. Karena kecerdasannya, Syekh Yusuf di sana juga diberi gelar Tajj-alHalwatiy Hadiyatullah yang artinya mahkota halwatiy hadiah dari Allah.
Syekh Yusuf belajar banyak di perguruan tarekat sufi di negeri-negeri Jazirah Arab sehingga banyak memperoleh ijazah beserta silsilahnya.
Kepribadian dan Prinsip Syekh Yusuf yang Patut Diteladani
Syekh Yusuf dikenal sebagai pribadi yang sangat mengesankan. Meskipun memiliki latar belakang keluarga istana, namun ia memilih jalan hidup yang sederhana dan penuh perjuangan.
Semangat juangnya tak terbendung, ia gigih dalam melawan penjajahan Belanda. Tak hanya di medan perang, tetapi juga berjuang dalam menyebarkan ajaran Islam dan membela hak-hak rakyat.
"Kalau syekh Yusuf dia mau hidup enak, sebenarnya untuk apa dia melawan penjajah, semua orang sudah percaya sama beliau Syekh Yusuf ia sudah menikah dengan putri raja, dia juga di ceylon seperti itu, untuk apa lagi, apa yang sebenarnya yang dia cari? Yang dia cari adalah makna hakiki daripada kemerdekaan, kemanusiaan yang dimilikinya. Dan itu sumbernya dari mana? Sumbernya dari diri dan lingkungan kebudayaan, dan ke-Makassaran-nya," ujar Sejarawan Prof Dr Anhar Gonggong sebagai pembicara Syekh Yusuf di Seminar Internasional Belajar Prinsip dan Karakter Bugis-Makassar, Senin (2/9/2024).
Bagi Syekh Yusuf, meskipun dirinya ditangkap, namun ada satu hal yang tidak akan pernah mereka dapatkan dari dirinya, yaitu hati nurani.
"Hati nurani perlawanan saya, anda tidak akan pernah menangkap, dan itulah yang menjadi hal yang menyebabkan saya mampu bergerak di tengah-tengah situasi yang demikian keras, anda mau menangkap saya, anda mau membunuh saya, dan segala macam, tapi ada satu hal yang anda tidak bisa tangkap dalam diri saya, yaitu yang ada di sini (hati nurani)," tutur Anhar Gonggong.
Nilai itulah yang terus dibawa Syekh Yusuf dalam melakukan perlawanan dan menyebarkan ajarannya. Sebab menurutnya, makna kemerdekaan sesungguhnya adalah kemerdekaan hati.
"Dan itulah yang seharusnya kita warisi sekarang, apa yang kita mau dengan kemerdekaan sekarang, apa makna kemerdekaan yang kita miliki sekarang, mari kita belajar dengan Syekh Yusuf. Karena dia telah meletakkan berbagai hal tentang apa makna kemerdekaan itu," jelasnya.
Dalam buku Syekh Yusuf Makassar: Seorang Ulama, Sufi, dan Pejuang, disebutkan prinsip yang dipegang Syekh Yusuf. Prinsip itu diambil dari pesan-pesan nasihat yang disampaikan Syekh Yusuf kepada Abd. Hamid Karaeng Karunrung, Mangkubumi Kerajaan Gowa dan Sultan Banten.
Berikut pesan-pesan Syekh Yusuf:
- Harus selalu jujur (istiqomah) dalam berkata dan berbuat, berbudi pekerti yang luhur dan tawakal pada Allah.
- Jauhi sifat-sifat takabur, bangga diri dan angkuh serta sifat-sifat sejenisnya.
- Harus bersikap antara khauf (cemas) dan raja'a (harap).
Khauf dan raja'a ini dipadukan jadi dalam bersikap, bukan berdiri sendiri atau satu lebih tinggi daripada lainnya. Itulah yang membentuk kepribadian Syekh Yusuf.
Sikap khauf maksudnya sikap berani mengambil keputusan, menjaga tujuan tindakan dan tidak mengorbankan hak orang lain. Sementara raja'a di sini artinya menarik simpati dan bergaul secara baik dengan memelihara tutur kata dan tindakan.
Jika dipadukan menghasilkan sikap yang jujur dan tegas serta bijaksana dalam menyelesaikan masalah
Syekh Yusuf Mendapatkan Gelar Pahlawan di 2 Negara
Syekh Yusuf tak hanya dikenal di dalam negeri, melainkan di berbagai belahan dunia. Syekh Yusuf menghabiskan banyak masa hidupnya berjuang melawan kompeni Belanda.
Ia melawan penjajah di Banten bersama Sultan Ageng Tirjasa. Perannya dalam memimpin secara langsung perlawanan gerilya untuk menentang kompeni Belanda di Banten dan daerah sekitarnya mengakibatkan ia ditangkap dan dipenjarakan oleh musuh.
Ia kemudian diasingkan ke Ceylon (Srilangka) dan Tanjung Harapan (Afrika Selatan) dengan alasan demi keamanan dan ketertiban.
Kendati diasingkan, Syekh Yusuf tidak berhenti melakukan perlawanan dan menyebarkan ajaran Islam. Bahkan disebutkan bahwa ia menulis puluhan permasalahan yang berkaitan dengan tarekat dan segala macam.
"Dia menulis tidak kurang dari 30 permasalahan yang berkaitan dengan keilmuan. Dan itu yang kita warisi sebenarnya, tarekat-tarekat yang kita miliki sekarang, itu adalah hasil pemikiran beliau sekitar selama 10 tahun di Ceylon," kata Anhar Gonggong.
Hal itulah yang membuat Syekh Yusuf diakui sebagai peletak dasar kehadiran komunitas muslim di Ceylon dan Cape Town, Afrika Selatan. Bahkan ia dianggap sebagai bapak dan sumber inspirasi bagi komunitas-komunitas di Afrika Selatan yang berjuang menentang penindasan dan perbedaan warna kulit.
Semasa hidupnya di Cape Town, ia dipuh sebagai seorang sakti yang sangat dihormati. Bahkan setelah wafat pada 23 Mei 1699 di Cape Town dipandang sebagai seorang keramat dan diberi gelar Tuan Karamat.
Makamnya dibangun arsitektur yang indah dan menawan serta terawat dengan baik.
Syekh Yusuf menjadi sosok putra terbaik dan pejuang teladan melawan penjajahan kompeni Belanda yang sangat ditakuti. Ia anti kolonialisme dan anti rasialisme, penyiar Islam, ulama syariah, khalifah tarekat, Sufi dan penulis berbagai ragam karya tasawuf.
Oleh karena itu, lahirlah penghargaan dari pemerintah Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 071/TK/1995 tanggal 7 Agustus 1995 yang menetapkan Pemberian Anugerah Pahlawan Nasional Republik Indonesia dan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana atas jasanya memerangi dan menantang pemerintahan kolonial Belanda.
Tak tertinggal juga dari pemerintah Afrika Selatan yang memberikan penghargaan tertinggi kepada putra pejuang teladan Afrika Selatan yang paling gigih menentang kolonialisme dan rasialisme.
Piagam tersebut dari pemerintah O.R. Tambo yang dianugerahkan kepada Syekh Yusuf Al-Makassari sebagai "Sumbangan Istimewa" bagi penentang kolonialisme, tertanggal 27 April 2005 yang ditandatangani oleh President of the Republic of South Africa.
Sumber:
- Buku Syeikh Yusuf Tuanta Salamaka Ulama Shufi, Pejuang Abad Ke 17 dan Pahlawan Nasional oleh Sahib Sultan.
- Buku Dakwah Sufisme Syekh Yusuf Al-Makassary oleh Dr. Mustari Mustafa
- Buku Konsepsi Ajaran Tasawuf Syekh Yusuf Al-Makassary oleh Djamaluddin Aziz Paramma Dg. Djaga.
- Buku Syekh Yusuf: Seorang Ulama, Sufi dan Pejuang oleh Abu Hamid
- Buku Empat Figur Yusuf Potret Pembelajaran Karakter Terbitan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan.
- Buku Syekh Yusuf Al-Makassary (Putra Makassar) oleh Djamaluddin Aziz Paramma Dg. Djaga.
0 komentar:
Post a Comment